CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Rabu, 11 Februari 2009

Palestina Vs Israel

Jakarta - Serangan udara yang dilancarkan Israel ke jalur Gaza masih berlangsung. Hingga hari keempat, lebih dari 375 warga sipil Palestina tewas.

Perdana Menteri Israel Ehud Olmert mengatakan, serangan udara itu adalah hanya sebuah awal dari kebijakan pemerintahannya. “Ini awal dari sebuah operasi,” ujarnya kepada Presiden Israel Simon Peres pada rapat kabinet seperti dilansir CNN, Rabu (31/12/2008).

Militer Israel mengatakan serangan itu hanya untuk membalas serangan kelompok militan Hamas yang selama ini menyerang sebagian wilayah Israel. Menurut mereka, sejak Senin 29 Desember, para pejuang Hamas di Gaza telah melancarkan lebih dari 180 roket ke wilayah selatan Israel.

Sementara itu Sekjen PBB Ban Ki-moon telah memanggil Israel dan Palestina untuk menghentikan kekerasan yang terjadi di jalur Gaza sejak. PBB juga akan memberi hukuman kepada dua belah pihak yang sedang berseteru tersebut.

“Hamas dengan serangan roketnya dan Israel dengan serangan balasannya,” katanya.

Tanggal 8 Desember 1987 telah menjadi hari bersejarah bagi perjuangan Palestina. Dimana pada saat itu menjelma sebuah gerakan perlawanan yang menjadi ruh dan satu kesatuan gerakan total bagi seluruh lapisan masyarakat. Sebuah gerakan pembebasan yang memunculkan keinginan untuk bangkit atas ketidakadilan dan segala bentuk kedholiman yang dilakukan penjajah israel, yaitu lahirnya gerakan Intifadhah.

Gerakan intifadhah ini telah mengobarkan asa yang begitu mendalam. Melahirkan ribuan syuhada yang rela mati demi tanah dan dinul islam. Tak terhitung tokoh yang telah menggoreskan tinta emas dalam sejarah intifadhah ini. Sebut saja Imad Aqil, yang tentara Israel harus mengepung dan membunuhnya menggunakan panser dan helikopter. Yahya Ayyash, sang insinyur yang disebut israel sebagai musuh nomor satu. Syaikh Ahmad Yassin, penggerak perjuangan yang sangat kharismatik dari atas kursi roda. Dan masih banyak lagi lainnya.Bahkan kini terdapat jutaan pejuang-pejuang muda yang tumbuh menggantikan mereka.

Dua puluh tahun lamanya, semenjak intifadhah pertama kali dikumandangkan seolah baru kemarin gaungnya kita dengar. Semangat dan geloranya terasa lekat kian membahana. Menjadi momentum tersendiri dalam menyemarakkan asa bagi generasi muda. Darinya muncul kesadaran berada dalam satu ukhuwah dan satu ikatan. Dan melaluinya pula hadir keinginan untuk merasakan kepedihan saudara kita yang seiman walaupun jauh di Palestina sana.

Namun demikian, bukan berarti tak ada hal yang bisa kita berikan atau kita lakukan. Dukungan moral, material maupun spiritual tetap mereka butuhkan. Misalnya dengan mendoakannya, memberikan pencerdasan hingga penggalangan dana. Sebab seakan menjadi pemandangan yang telah sering kita temukan,umat islam yang acuh dan tidak peduli padahal mengaku seiman.

MEMBICARAKAN Palestina bagi mahasiswa akitivis Islam adalah sebuah katalis obrolan yang akan tiba pada semangat perjuangan jihad. Sangat disayangkan dukungan yang terjadi hanya sebatas atribut. Tidak lepas dari stiker, jaket, ikat kepala, nasyid. Tidak ada yang salah dengan atribut. Kemunculannya dapat berfungsi sebagai alat kampanye pengingat. Yang salah adalah bila perjuangan berhenti pada atribut semata.

Sudah ratusan ribu orang terbunuh dan terusir dari Palestina. Israel pun telah dilebeli berbagai gelar dan kecaman: pelanggar HAM dan Hukum Internasional (European Community Report, 1988 & Dokumen PBB No. 1944) serta pendorong aktif penggunaan amunisi dan kekerasan yang tidak masuk akal, penyebab terbunuhnya wanita, anak-anak dan orang tua (Amnesty International Report, 1988). Kini, penjarahan hak asasi itu tidak berhenti pada pembunuhan jiwa-jiwa tidak bersalah, tetapi merambat pula pada kebebasan beragama dan penghancuran simbol-simbol keagamaan yang diakui.

Seperti diutarakan Dr. Muhammad Syekh Mahmud Shiyam, mantan Imam Masjidil Aqsha, “Israel membuat undang-undang yang melarang lelaki Palestina yang berusia di bawah 45 tahun salat di dalam masjid Al Aqsha. Israel juga menggali terowongan-terowongan di bawah kompleks masjid yang membahayakan konstruksi masjid, ” ujarnya sebagaimana diberitakan situs Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (Kispa) awal September ini.

Menanggapi berbagai bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan otoritas Israel secara sporadis, berbagai cara telah dilakukan oleh kaum Muslimin di seluruh dunia. Di dunia dakwah Islam kampus, Palestina menjadi salah satu isu utama pergerakan. Kemunculannya tampak pada berbagai atribut bergambar atau bertulikan Al Quds hingga Hamas. Walaupun penting sebagai bentuk kampanye, atribut diharapkan hanya sebagai pelengkap. Aksi nyata perjuangan saat ini justru dituntut lebih kreatif. Hal ini sebagaimana diungkapkan Deni Albar, Lc., salah seorang panitia penyelenggara Konferensi Internasional Al Aqsha yang akan diadakan di Kota Bandung, awal November mendatang. Menurut dia, aktivis Islam kampus jangan terjebak oleh pemborosan energi pada hal-hal seperti demonstrasi, namun harus lebih maksimal menunjukkan perannya sebagai kaum intelektual. Peran itu antara lain pembumian isu Palestina dan Masjidil Aqsha pada masyarakat Muslim dengan menggunakan media yang lebih terarah.

Pendapat serupa disampaikan penyelengara Konferensi Al Aqsho di Bandung, Munif Nasir, “Berjuang lewat tulisan di media lebih terasa bermanfaat daripada berdemo di jalanan,” katanya saat ditemui di Kantor Penyelenggara Konferensi Internasional Al Aqsha, Jln. Diponegoro Bandung, Selasa(16/9).

Mengutip makalah Dr. Mohammad Roslan dari Malaysia, pembicara Konferensi peringatan 39 tahun pembakaran Al Aqsha di Jakarta, Agustus lalu, Deni Albar menyatakan bahwa permasalahan Al Aqsha harus diwacanakan kepada masyarakat Muslim sebagai masalah bersama, bukan terbatas pada dunia Arab. Pewacanaan itu terkait pada kedudukannya sebagai satu dari tiga tempat suci kaum Muslimin.

Selain gerakan pembumian wacana melalui tulisan, terdapat beberapa hal yang bisa menggantikan perjuangan “atribut”. Antara lain tanda tangan. Pada konferensi terakhir di Jakarta, tercetus program galang aksi 100 juta tanda tangan dukungan bagi perjuangan rakyat Palestina dan Masjidil Aqsha. Nantinya, 100 juta tanda tangan ini akan dikumpulkan dalam sebuah buku yang akan diberikan pada lembaga Amnesti Internasional di London, Inggris. Menurut Nasir, tanda tangan ini akan menjadi bahan pertimbangan Amnesti Internasional untuk menekan tindakan otoritas Yahudi Israel. “Salah satunya untuk ditukar dengan tawanan anak-anak serta wanita di penjara-penjara Israel,” ujar Nasir.

Mengingat jumlah tanda tangan yang dibutuhkan sangat banyak, maka penyebaran formulir tanda tangan serta dukungan dengan format khusus itu kini disebar ke berbagai instansi dan lembaga, salah satunya ke kampus. Di Bandung, penggalangan terutama diharapkan pada komunitas-komunitas kampus yang peduli dengan permasalahan kemanusiaan.

0 komentar: